DPP LSM Wadah Generasi Anak Bangsa (WGAB) Lakukan Audiensi Dengan Disbudpar Kota Bandung Bantu Seniman yang Merasa Dirugikan Hotel Grand Pasundan
Pewakilan Disbudpar Kota Bandung dan pihak yang melakukan audiensi Ketua Umum DPP LSM Wadah Generasi Anak Bangsa serta para seniman befoto bersma |
Bandung / suarana – Acara audiensi terkait permasalahan antara
seniman anggota LSM Wadah Generasi Anak Bangsa (WGAB) dengan Hotel Grand
Pasundan (GP) Bandung telah digelar pada di ruang meeting Kantor Dinas Budaya dan
Pariwisata (Disbudpar) Kota Bandung jalan Ahmad Yani pada Rabu (10/12/2024) pukul 10.00 – 11.30
wib. Acara yang tadinya akan dihadiri oleh General Manager Hotel GP namun yang bersangkuran tidak dapat hadir
karena ada hal lain yang harus diselesaikan.
Hadir dalam acara audiensi
tersebut Ceppi Heryanto, S.Sos., M.Si., selaku Kepala Tim dan UJP Destinasi
Disbudpar Kota Bandung, Suman Rinto Sitohang, S.T., yang merupakan Ketua Umum
DPP WGAB dan anggota LBH yang membantu permasalahan ini, Trisna Batara Putra
selaku pemerhati lingkungan budaya dan seni, beberapa anggota LSM WGAB,
beberapa seniman yang, anggota kepolisian serta beberapa awak media.
Disbudpar Kota Bandung dalam
permasalahan ini diharapkan mampu menjadi penengah permasalahan yang telah
mengendap sejak Bulan Mei 2024 dan hampir selama 6 bulan ini tanpa ada solusi.
Secara singkat kronologis permasalahan terjadi saat kegiatan Pameran dan Workshop Usaha Mikro, Kecil dn Menengah (UMKM) yang
diketuai oleh Trisna di Hotel GP dianggap merugikan pihak peserta pameran. Terungkap
juga bahwa telah terjadi 2 kali mediasi yang dibantu oleh Disbudpar Kota
Bandung. Pertama dilakukan di PHRI dan kedua dengan PJ Gubernur Jawa Barat.
Pihak Disbudpar Kota Bandung dan Ketua Umum LSM WGAB tengah berdiskusi terkait masalah seniman yang merasa dirugikan oleh Hotel Grand Parahyangan |
Trisna mengungkapkan sebetulnya
pihaknya tidak ingin melakukan pameran di Hotel GP. “ Saat kami melakukan
pameran di Hotel Horison pihak Manajemen Hotel GP mendatangi kami dan meminta
agar melakukan kegiatan pameran di Hotel GP namun kami menolaknya karena tengah
melakukan pameran di Hotel Horison,” ungkap Trisna. “Pihak Hotel GP bahkan
hingga dua kali mengajak kami dan akhirnya kami setuju untuk menggelar pameran
di Hotel GP dimana GM Hotel menyetujui jika acara tersebut tidak perlu ada MOU
dan tinggal menerapkan seperti apa yang telah berjalan di Hotel Horison ,”
lanjutnya.
Trisna menuturkan bahwa setelah
semua hal yang dianggap perlu agar pameran bisa berjalan dengan lancar termasuk
perizinan, lalu saat melakukan briefing untuk Ceremonial Opening acara di loby
hotel pada tanggal 30 April 2024, yang dihadiri oleh 3 orang perwakilan dari
Hotel GP yaitu Adrian selaku Chief security, Rifki selaku Chief FO, dan Yoyo selaku Chief
Enginering serta 3 orang perwakilan panitia acara yaitu Heriyana, S.H., M.Pd.,
Erwin dan dirinya tidak ada masalah
terkait kegiatan pameran, maka pihaknya menganggap semua selesai dan acara bisa
berlangsung. “Dalam briefing disetujui acara Ceremony Opening berlangsung pada
hari Sabtu tanggal 25 Mei 2024,” tutur Trisna.
Namun setelah semua fix, dimana
publikasi dan undangan acara telah tersebar, pada tanggal 17 Mei 2024 pihak
Hotel GP meminta agar acara Ceremonial Opening tidak usah dilaksanakan. Hal
tersebut sangat mengejutkan dan membuat pihak panitia kecewa. “Bahkan kami
ditagih biaya sewa area loby yang akan kami gunakan untuk acara Ceremonial
Opening, dan dengan tegas saya menolak karena tidak ada pembicaraan terkait
biaya sewa sejak awal,” kata Trisna. “Bahkan pada tanggal 20 Mei 2024 kami
menerima surat melalui salah seorang perwakilan Hotel GP bernama Fery yang isi
suratnya meminta agar acara dibatalkan,” lanjutnya lagi.
Dengan adanya surat tersebut
Trisna selaku leader untuk acara ini benar-benar terpukul, merasa dijebak dan
diperas hingga selain mengalami kerugian material juga moril karena kepercayaan
rekan-rekan seniman terhadap dirinya bisa hilang.
Sementara itu, dalam audiensi
pihak Disbudpar yang diwakili oleh Chepi Heryanto, S.Sos., M.Si., mengungkapkan bahwa pihaknya telah memberikan
surat permohonan kepada pihak Hotel GP agar segera menyelesaikan permasalahan
ini. “Namun sayangnya belum ada tanggapan dari pihak Hotel,” ungkapnya.
Rinto selaku Ketua Umum DPP LSM
WGAB dan pihak LBH untuk menyelesaikan masalah ini beranggapan bahwa seharusnya
permasalahan ini bisa diselesaikan dengan cepat karena bukan masalah besar.
“Seperti yang telah dikemukakan saat mediasi di PHRI bahwa ada wacana agar
pihak Hotel Grand Pasundan memberikan kesempatan bagi para seniman agar bisa
melakukan kegiatannya kembali tanpa adanya biaya,” kata Rinto. “Namun
keyataanya pihak Grand Pasundan tidak bersedia dan menanyakan MOU yang tidak
pernah dibuat karena GM Hotel sendiri tidak meminta MOU sejak awalnya,”
Rinto meminta agar pihak
Disbudpar kembali menghubungi pihak Hotel GP dan agar pihak Hotel tidak
bersikap seolah-olah melecehkan. “Ketidak hadiran pihak Hotel GP hari ini
secara mendadak bagi kami merupakan tindakan dan sikap melecehkan,” ujar Rinto.
“Apalagi ini dengan institusi negara,” lanjutnya lagi.
Acara audiensi akhirnya selesai
dengan kesepakan pihak Disbudpar akan mendatangi Hotel GP hari itu juga agar
bisa menyelesaikan permasalahan secepatnya. Namun setelah meninggalkan ruangan
dan keluar gedung, kendaraan Kadisbudpar tiba-tiba datang dan akhirnya kembali
masuk ruangan dan melakukan pembicaraan dengan Drs. Arief Syaifudin, S.H.,
M.Par., dimana Arief menegaskan jika pihak Hotel memang tidak mau menyelesaikan
masalah ini tinggal laporkan saja secara hukum ke pengadilan. “Pihak Kami tida
ada kewenangan untuk menuntut atau melakukan tindakan hukum terhadap hotel,”
kata Arief. “Namun kami akan kembali menyurati pihak Hotel Grand Pasundan
sekali lagi,” katanya lagi.
Arief berharap kedua belah pihak
bisa menemukan titik temu setelah pihaknya melauangkan surat yang isinya
memohon agar pihak Hotel GP segera menyelesaikan permasalahan ini dan sesegera
mungkin melaporkan hasilnya kepada Dinas. *suarana/Bans