Saresehan Kaukus Kontroversi 100 Hari Kerja Gubernur Jawa Barat Baru Menciptakan Opini
![]() |
Eka Santosa saat memaparkan hasil saresehan Kaukus kepada para awak media |
jabar.suarana / Kab. bandung - Saresehan Kaukus Ketokohan Jawa Barat bertajuk “Populisme vs Profesionalisme: Antara Gebrakan dan Kontroversi” yang menyoroti 100 hari kinerja Gibernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi (KDM) digelar di Alam Sentosa, Kabupaten Bandung pada Jumat (30/05/2025) dihadiri oleh para tokoh dari berbagai elemen seperti Dr. Affan Sulaeman (UNPAD), hingga aktivis lapangan seperti Kang Dody Permana dan tokoh politik Kang Komeng menghadirkan diskusi serius tentang arah pemerintahan Jawa Barat baru yang dipimpin oleh KDM.
Diskusi dipimpin Eka Santosa, yang juga tokoh senior Jawa Barat, menghadirkan suasana diskusi yang asyik tapi sarat dengan wawasan terkait politik, pemerintahan hingga hal lain yang terkait dengan fungsi dan stuktur pemerintahan.
Menyoroti manuver-manuver yang dilakukan pleh KDM yang kontroversial, sosoknya hadir dengan konsep turun langsung ke lapangan dan dalam banyak hal mampu menarik simpati massa yang begiru besar dengan jargonnya “Jabar Istimewa” melalui media sosial yang merupakan akar dari berbagai masalah yang menjadi materi diskusi tersebut.
“KDM itu Gubernur yang harusnya mampu menciptakan keadilan bagi warga dan masyarakat Jawa Barat melalui regulasi, bukan hanya sebagian kecil yang tersorot dalam konten media sosialnya,” ujar Eka, "Namun sepertinya KDM belum menyadari itu dan hanya menampilkan sosok peribadinya semata," lanjutnya lagi.
Sementara itu terkait istilah “Jabar Istimewa” dalam diskusi ini terkuak bahwa menggunakan kata Istimewa bagi sebuah wilayah dengan pemerintahan otonom harus mengikuti aturan UUD 1945. Seperti yang diungkapkan oleh Dr. Affan Sulaeman selaku Dosen senior Unpad bahwa untuk menjadi wilayah dengan embel-embel istimewa harus mengacu kepada UUD 45 dengan segala kondisi dan sistem pemerintahannya, "Tidak semata-mata sebuah daerah otonom menyandingkan kata istimewa dalam sebutan wilayahnya tanpa mengikuti aturan Undang-undang yang ada," kata Dr. Affan.
Dr. Affan Sulaeman juga menyoroti bahwa apa yang dilakukan KDM dalam kontennya menciptakan kondisi bahwa popularitas mengalahkan segalanya. "Bahkan dianggap sebagai kebijakan bagi orang yang melihatnya tanpa mengetahui mekanisme bagaimana membuat sebuah kebijakan publik yang harus melalui proses panjang dengan diskusi dan riset mendalam bersama pihak lain yaitu DPRD,"
Dody Permana yang merupakan aktivis dan seringkali menyampaikan kritik-krtik terhadap kebijakan pemerintah juga menyinggung gaya kepemimpinan Dedi yang dinilai lebih menonjolkan sisi peribadinya. "Dia (KDM) itu bukan raja, rapi jika mau jadi raja silahkan," ujar Dody dengan nada tinggi. "Apalagi dengan dengan kontennya tersebut harusnya menjadi dasar pembuatan regulasi, bukan menjadi ajang pamer diri tanpa solusi untuk seluruh warga Jawa Barat,"
Aktivis lain yang hadir yaitu Mang Utun juga menyoroti hal yang cukup menarik dari sisi budaya yaitu tingkah laku KDM yang sepertinya menyalahi adab yang seharusnya diletakkan dengan baik sebagai pemimpin. "Coba deh gunakan bahasa dengan tatanan yang tepat. Pemimpin sunda itu harus bisa menggunakan bahasa yang sepadan dengan derajatnya dan tidak menyakiti rakyar dengan bahasanya," ujar Kang Utun.
Secara umum apa yang telah dihadirkan oleh KDM selama 100 hari kerjanya kepada masyarakat dan kinerja ASN dibawahnya menurut Eka masih belum maksimal dan baru menghasilkan opini yang justru hanya menguntungkan pencitraan dirinya semata. "Semoga di hari yang ke dua ratus atau dua ratus limapuluh KDM bisa menyadari hal ini dan mulai membuat kebijakan-kebijakan yang mengakomodir hasil kontennya, Tidak hanya membuat konten karena KDM saat ini adalah seorang Gubernur," pungkas Eka. *jabar.suarana / Bans