Suarana.com - Dewan Pers melalui Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers menyoroti fenomena di mana sejumlah wartawan atau pimpinan redaksi media juga berperan sebagai anggota atau aktivis LSM atau organisasi kemasyarakatan. Masyarakat sering mengeluhkan ketidaknyamanan atas kehadiran mereka, yang kadang meresahkan, dilansir
Dewanpers (21/02/2024).
Terlebih lagi, media-media tersebut sering kali mengutip pernyataan dari wartawan atau pimpinan mereka sebagai narasumber, dengan atribusi pimpinan atau aktivis LSM tertentu. Bahkan, dalam menjalankan tugas jurnalistik, wartawan sering mengaku sebagai anggota LSM atau aktivis organisasi massa, tanpa memberitahukan status mereka kepada narasumber.
Dalam konteks ini, Dewan Pers mengingatkan prinsip-prinsip yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Pasal-pasal tersebut menekankan pentingnya independensi wartawan, keprofesionalan dalam melaksanakan tugas, dan penunjukan identitas diri kepada narasumber sebagai tindakan profesional.
Dewan Pers menegaskan bahwa menjadi anggota atau aktivis LSM merupakan hak konstitusional setiap individu, termasuk wartawan. Namun, demi menjaga independensi dan menghindari konflik kepentingan, wartawan disarankan untuk tidak melakukan kerja jurnalistik yang terkait dengan LSM atau organisasi massa yang mereka ikuti. Bahkan, lebih baik jika wartawan tersebut mengundurkan diri dari keanggotaan atau aktivitas LSM demi menjaga kemurnian pers profesional.
Seruan Dewan Pers ini ditujukan agar wartawan dapat menjalankan tugasnya secara profesional dan menjaga integritas serta independensi dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik.
Dalam hubungan ini, Dewan Pers mengingatkan:
1. Pasal 1 butir 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menyatakan “Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik”
2. Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menyatakan “Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia”.
3. Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik berbunyi “Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk”. Penafsiran: Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers”.
4. Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik berbunyi: “Wartawan Indonesia menempuh caracara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik”. Cara–cara profesional antara lain menunjukan identitas diri kepada narasumber.
Sumber : Dewanpers
Editorial : Rizki